Pemantapan Program Kemandirian NU Magetan, Timnas PKPNU Titip Pesan Khusus
News, numagetan, Tentang NU, Tokoh, utama, warta 19.04
Marji, LTNU Magetan | Kamis, 7 Ferbruari 2019 13.00 |
NU Magetan Onine, Pada siang hari ini (Kamis/7 February
2019) berlangsung Pemantapan Program Kemandirian Jama’ah dan Jam’iyyah oleh Tim
Instruktur Nasional PKPNU yakni Kyai Adnan Anwar dan Kyai Enceng Sobirin dengan
fokus pada urgensi kemandirian ekonomi NU. Bertempat di Masjid Kubah Songo
Kompleks Kantor PCNU Kabupaten Magetan, program ini sekaligus kesempatan
konsolidasi gerakan bagi pengurus dan kader NU Magetan. Acara dihadiri oleh
segenap Pengurus Harian Tanfidziyah PCNU Magetan, Lembaga PCNU, Badan Otonom,
Majelis Wakil Cabang dan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama.
Sesi
pertama konsolidasi berkaitan dengan kemandirian ekonomi. Secara rinci Kyai
Enceng Sobirin menjelaskan sejak berabad-abad sebelumnya para Muassis (Pendiri)
Nahdlatul Ulama telah memikirkan secara matang pentingnya kemandirian ekonomi
NU, baik untuk warga maupun organisasi. Terlebih sejak dahulu para Kyai dan
kalangan pesantren merupakan penganut asas non kooperatif dalam perjuangan
kemerdekaan Indonesia menghadapi penjajahan Belanda. Para pendiri NU KH. Hasyim
Asy’ari dan KH. Abdul Wahab Chasbullah telah membangun Gerakan Ekonomi dibawah
bendera Nahdlatut Tujjar disamping Nahdlatul Wathan dan Tashwirul Afkar. Bahkan
Mbah Hasyim sendiri terjun langsung memimpin gerakan usaha bersama
bernama Syirkah Muawanah.
“Sayangnya,
selama ini kontribusi ekonomi dan warganya tidak pernah terhitung secara jelas
dalam perhitungan pendapatan Nasional sekalipun dalam 30 tahun terakhir,
kegiatan bisnis atau usaha ekonomi para pengusaha NU. Sehingga dipertanyakan
posisi dan kontribusi NU dan warga NU dalam skenario ekonomi Indonesia tahun
2025 atau 2045. Hal ini menjadi tantangan yang luar biasa bagi NU dan warganya
untuk dapat mereaktualisasikan semangat dan contoh (gerakan) kemandirian
ekonomi yang di pelopori para Muassis dahulu. Karena dengan demikian NU dan
warganya akan memiliki arti strategis sekaligus dapat memberikan kontribusi
kongkrit terhadap kemajuan perekonomian dalam kehidupan berbangsa ini”, jelas
Kyai Enceng.
Kyai
enceng lantas menjelaskan mengenai konsep kemandirian dari waktu ke waktu. Pada
Era Bung Karno terkenal dengan konsep Trisakti, yakni Kemandirian di bidang
ekonomi, budaya dan politik. Kemandirian diartikan sebagai tidak tergantung pada
pihak lain dimana pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan sendiri,
dari potensi sumberdaya sosial-ekonomi yang tersedia disekitarnya.
EKONOMI KOMUNITAS
Dalam
kondisi sekarang, gagasan kemandirian ekonomi ini dapat dikerucutkan sebagai gerakan
ekonomi ditingkat komunitas. Bisa dalam bentuk komunitas lokal dan skala kecil,
dapat pula dalam komunitas (ideologis) dengan cakupan relatif luas. Ini
merupakan konsep pengembangan usaha ekonomi yang disebut ekonomi berbasis
komunitas.
“Sama
sekali bukan hal baru. Pada tahun 80an kelompok-kelompok islam bawah tanah
seperti Gerakan Darul Arqom dan kelompok Islam garis keras lainnya sudah
mempraktekkan konsep ekonomi komuitas ini. Belakangan semangat ekonomi model
ini menjadi dasar pengembangan ekonomi syari’ah”, terang Kyai Enceng Sobirin.
Namun
beliau menyayangkan, justru warga NU jauh ketinggalan
“Kecuali di isu wakaf uang dan wakaf
melalui uang, ada beberapa pengurus NU atau warga NU, jumlahnya tidak banyak,
yang masuk dalam ekonomi syariah itu. Namun secara umum jauh ketinggalan.
Karakteristik dasar usaha/ekonomu warga NU masih bersifat perorangan, belum
banyak yang sukses usaha atau ekonomi warga NU yang dilakukan dengan berbasis
komunitas ”, ungkapnya.
MEMANFAATKAN MOMENTUM
Saat
ini, NU dan warga NU melihat perekonomuan nasional didominasi atau ditentukan
oleh konglomerat atau ekonomi skala raksasa. Kebijakan negara lebih
menguntungkan mereka, bukan pelaku usaha kecil dan menengah terutama kalangan
gurem seperti usaha pertanian.
Masyarakat
umumnya masih tetap tidak mudah membangun akses terhadap sumber keuangan formal
dan kebijakan pemerintah yang seringkali memberatkan. Para pelaku usaha juga
mulai tersudutkan karena pelaku ekonomi skala besar mulai masuk di bisnis
retail.
Ada
ketidakberdayaan karena terhimpit problem-problem dan kesulitan akibat lesunya
ekonomi ditingkat makro maupun dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
“Perkembangan
tersebut bisa dimanfaatkan untuk membangun solidaritas untuk membangun Survival
atau kemampuan bertahan hidup dan menumbuhkan semangat kemandirian yang dapat
didorong ke arah pengembangan ekonomi berbasis komunitas. Dalam hal ini
komunitas NU”, terang Kyai Enceng Sobirin.
Terdapat
beberapa contoh gerakan ekonomi kalangan islamis, seperti Gerakan Baitul Maal
Wat Tamwil, Gerakan Filantropi seperti zakat, infaq dan shodaqoh, Gerakan
Koperasi Simpan Pinjam dna Pembiayaan Syariah (KSPPS), Gerakan wakaf uang dan
wakaf melalui uang serta Gerakan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
IDEOLOGI ASWAJA SEBAGAI INSTRUMEN
Nahdlatul
Ulama dengan paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (ASWAJA) dapat diterapkan pada
konsep kemandirian jama’ah. Aswaja sebagai titik tolak (unsur ideologis)
bermanfaat dalam membangun kohesivitas (kesatuan) komunitas. Warga NU memiliki
kesadaran ke-NU-an mulai dari cara berfikir, cita-cita, membangun solidaritas
semata-mata bertujuan untuk kepentingan ekonomi bersama.
“Daya
ikat ideologis aswaja perlu dijadikan dasar untuk mengembangkan persatuan dan
solidaritas untuk membangun usaha atau ekonomi bersama. Kebanggan pada harga
diri dan martabat NU dan warga NU akan semakin besar karena kemampuan membangun
ekonomi berbasis komunitas”, tutupnya.
Memasuki
sesi kedua oleh Kyai Adnan Anwar, beliau lebih menekankan langkah strategis
PBNU dalam hal menyiapkan kebangkitan 7 abad kebangkitan Nahdlatul Ulama.
Termasuk didalamnya kesiapan kemandirian ekonomi dan pencapaian cita-cita NU
dalam mewujudkan persatuan umat Nahdliyin untuk mengokohkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Salah
satu Muassis NU dari Asembagus Situbondo, KH. As’ad Samsul Arifin sangat serius
berpesan agar senantiasa menjaga paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah untuk menjaga
NKRI. Jika Aswaja sudah tidak ada lagi, maka NKRI juga terancam
kedaulatannya. Maka dari itu, Kyai Adnan sangat semangat menggerakan
pentingnya Leadership pada seluruh pengurus NU se-Indonesia.
“Leadership
di NU berarti bahwa memimpin NU untuk memimpin masyarakat, memimpin masyarakat
untuk memimpin agama. Kita di PBNU serius membangun NU diseluruh Indonesia,
dimulai dari wilayah selatan, khususnya di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Saya
punya isyaroh sendiri soal pemantapan NU bagian selatan dan pinggir ini. Selain
sesuai dengan sejarah gerakan islam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Nusantara pada
jaman dahulu”, terangnya.
Dikatakan
Kyai Adnan, PCNU Magetan merupakan salah satu kunci. Wilayah strategis
Kabupaten Magetan di kaki Gunung Lawu dan perbatasan, telah membuktikan program
keNUan. PCNU Magetan masuk dalam kategori percontohan nasional khususnya dalam
keberhasilannya mencetak banyak kader militan dalam PKPNU.
Kyai
Adnan berkali-kali menyatakan apresiasinya pada PCNU Magetan.
“Magetan
ini keren sekali. Masyarakatnya yang “nyembah” gunung lawu saja Nunya luar
biasa. Menjadi contoh dan tujuan studi secara Nasional. Ini penting untuk
“memukul” PCNU lainnya yang notabene basis NU, sejarah dan budayanya kental,
tetapi masih loyo. Kepemimpinan dan Manajemennya”, ungkapnya.
Dalam
beberapa tahun terakhir PCNU Magetan menjadikan PKPNU sebagai program andalan.
Terbukti dengan banyaknya alumni PKP, PCNU secara gotong royong dua kali
mendapatkan tropi juara NU Award yang diselenggarakan PWNU Jawa Timur.
“Atas
keberhasilan kepemimpinan dan berbagai kegiatan di PCNU Magetan, hal itu menandakan gotong royong, kohesivitas serta persatuan
pengurus dan warga NU di Magetan masih kuat. Maka saya titip, tugas penting
bagi PCNU Magetan secara khusus mulai saat ini adalah menggerakkan Jamaah dan
Jam’iyyah NU secara Istiqomah. Pengurusnya, akan kami kirim ke berbagai daerah
lain untuk menggerakkan NUnya”, ungkapnya.
Saat
ini, masih banyak hal yang harus kerjakan oleh pengurus NU di Indonesia. Tugas
itu tidak lain dikarenakan pengurus dan warga NU belum berkumpul dan bersatu
secara Jamaah dan Jam’iyyah. Hal ini sangat disayangkan. Menurut para pakar, NU
merupakan organisasi yang perangkat atau instrumennya paling lengkap. Dengan
semua instrumen lengkap keorganisasian di NU, Pengurus NU harus melayani umat
dengan baik. Sungguh-sungguh turut serta dalam proses kebangkitan 7 Abad
Nahdlatul Ulama.
“Kita
harus serius dan total di NU. Kita semua disini hanya manusia biasa. Tapi
dengan berjuang di NU, kita diakui sebagai santri Mbah Hasyim, mendapat
barokah dan masuk surga bersama beliau. Kita harus menjadi penggerak dan
penjaga Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Orang yang membawa simbol NU ditubuhnya tapi
tidak bisa menggerakkan sesuatu, tidak melakukan perubahan terhadap masyarakat,
maka hal tersebut tidak ada gunanya”, terang Kyai Adnan.
Paparan
Kyai Enceng Sobirin dan Kyai Adnan Anwar tersebut penting sebagai catatan dan
bekal PCNU Magetan dalam menyusun dan menjalankan program organisasi.
Acara ditutup dengan humor
Kyai Adnan, “Jadi sepakat ya? Kalau membangun sesuatu, maka bangunlah di Gunung
Lawu, sekalian kalau berhasil akan sebesar Gunung Lawu, tapi jika gagal,
tinggal ditimbun aja dengan Gunung Lawunya”, canda Kyai Adnan Anwar diikuti
gelak tawa seluruh peserta.. (Dewi/Tim Redaksi LTN NU Magetan)
JADILAH ORANG PERTAMA YANG MENGOMENTARI :